Rencana Kenaikan Tarif RS Disoal

Ditulis oleh SITI MUTIA - Jambi   
Dewan: Perbaiki Dulu Pelayanan
RENCANA kenaikan tarif pelayanan kesehatan Kelas III RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi mendapat sorotan tujuh fraksi DPRD Provinsi Jambi. Kenaikan itu, dipastikan akan memberatkan pasien yang berobat di Kelas III yang notabene adalah masyarakat yang secara ekonomi serba kekurangan.
Iskandar Budiman, dari Fraksi Partai PDIP malah menyarankan agar tarif rawat inap di Kelas III yang saat ini Rp 70 ribu per hari dihapus. “Setidaknya dikurangilah dari tarif yang berlaku sekarang,”
ujar Iskandar saat menyampaikan pandangan umum fraksinya terkait pengajuan Ranperda Tarif Pelayanan Kesehatan Kelas III pada RSUD Raden Mattaher dan Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jambi, kemarin (22/11), di Gedung DPRD Provinsi Jambi.
Iskandar berargumen, masyarakat yang menggunakan fasilitas Kelas III rata-rata adalah masyarakat tidak mampu dan benar-benar terpaksa harus berobat. Dengan kata lain, sebenarnya masyarakat tersebut tidak punya biaya untuk berobat, tetapi karena tidak dapat lagi berobat dengan cara lain sehingga harus berobat ke rumah sakit dan rawat inap.
Supriyono, dari Fraksi Keadilan mengatakan, kenaikan tarif Kelas III tersebut adalah sesuatu yang kontradiktif atau berlawanan. “Di tengah sorotan terhadap pelayanan rumah sakit yang masih jauh dari harapan, pihak eksekutif justru mengajukan ranperda tentang kenaikan tarif pelayanan kesehatan Kelas III. Ini akan menjadi polemik ditengah masyarakat dan akan menjadi beban,” sebut Supriyono.
Menurut dia, berdasarkan standar umum pelayanan prima rumah sakit, setidak-tidaknya ada lima unsur yang harus dipenuhi yaitu efektif, efisien, aman, nyaman, dan memuaskan. “Tetapi sampai saat ini belum terlihat adanya lima unsur tersebut dijalankan dengan baik. Oleh karena itu, pihak rumah sakit harus memperbaiki kinerjanya terlebih dulu baru bicara masalah tarif. Jika tarif yang diberlakukan tanpa dibarengi dengan upaya peningkatan pelayanan maka akan memberikan dampak sosial yang lebih besar,” tandasnya.
Zainal Bahri, dari Fraksi Partai Demokrat mengatakan, pemberlakuan tarif baru nantinya, harus dapat meningkatkan akses maupun kualitas pelayanan di Kelas III itu. “Pemerintah harus membuat standar mutu pelayanan kesehatan bagi pasien,” ujarnya.
Dikatakannya, harus terdapat sistem manajemen pelayanan yang prima terhadap program kesehatan yang dicanangkan pemerintah. Selain itu, besaran tarif yang ditetapkan harus terjangkau dan transparan, sehingga masyarakat lebih terbantu dan merasakan manfaat secara nyata dari rumah sakit tersebut.
Pemerintah Harus Kreatif
Selain rencana kenaikan tarif pelayanan kesehatan di RSUD Raden Mattaher, fraksi di DPRD Jambi juga menyoroti Ranperda tentang Rencana Kenaikan Tarif Pajak. “Seharusnya pihak eksekutif harus lebih kreatif dan inovatif dalam upaya menggali potensi-potensi PAD yang ada,” ujar Supriyono saat menyampaikan pandangan Fraksi Keadilan.
Penetapan ranperda pajak daerah harus memperhatikan prinsip keadilan yakni adil dalam hal menetapkan tarif dan dalam pemberian sanksi dan insentif. “Tarif harus dipertimbangkan bukan hanya dari sisi upaya memperbesar PAD, tetapi juga harus mempertimbangkan biaya ekonomi yang akan ditanggung masyarakat karena tarif pajak yang tinggi,” jelas Sunarti dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN).
Selama ini masih terdapat indikasi ketidakadilan terkait pajak. Yakni, pemberian sanksi selalu melekat pada wajib pajak (masyarakat), sedangkan insentif seakan-akan hanya milik pemungut (pemerintah). Prinsip keadilan dalam pelayanan publik, dengan masyarakat sebagai wajib pajak, seharusnya lebih dihargai dibandingkan pemerintah yang notabene adalah abdi masyarakat. “Dalam ranperda disebutkan, wajib pajak yang tidak memenuhi ketentuan dikenakan sanksi yang berat yaitu 25 persen dari pokok pajak ditambah bunga 2 persen per bulan setiap bulan keterlambatan pembayaran pajak. Namun bila wajib pajak taat aturan, mereka hanya memperoleh selembar kertas piagam sebagai penghargaan (insentif),” sebut Sunarti.
Tetapi tidak demikian halnya dengan insentif yang didapat oleh pemungut/pemerintah yang dilakukan oleh dispenda. “Mereka diberikan penghargaan dalam bentuk uang yang dianggarkan dalam APBD. Hal ini belum mengindikasikan keadilan antara sanksi dan insentif,” imbuh Sunarti.
Hasan Ibrahim, dari Fraksi Hijau juga menyebutkan bahwa pemberian insentif tersebut juga perlu pengkajian lebih lanjut dalam penetapan indikator yang tepat untuk pemberian insentif tersebut. “Bila kinerja yang dimaksud adalah pencapaian target, hal ini sangat tidak tepat. Karena mekanisme penetapan target tidak berdasarkan pada potensi pajak dan perlu diketahui bahwa over target belum tentu menggambarkan prestasi kerja,” jelas Hasan Ibrahim.
Di sisi lain, menaikkan tarif pajak akan memberikan tantangan terhadap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait, karena harus berhadapan dengan golongan masyarakat menengah keatas, sehingga peluang terjadinya kolusi sangat besar. “Kalau tidak ada pengawasan yang ketat, maka tidak mustahil akan lahir gayus-gayus baru di Jambi,” ujar Aziz Yusuf dari Fraksi Partai Golkar.
Wakil Gubernur Jambi Fachrori Umar yang hadir dalam sidang paripurna kemarin mengatakan akan memperhatikan berbagai masukan tersebut demi sempurnanya ranperda tersebut agar lebih implikatif dalam masyarakat. “Kita pada dasarnya setuju. Semua masukan tersebut intinya agar ranperda yang kita susun lebih sempurna dan ada keseimbangan antara hak dan kewajiban masyarakat. Rumah sakit menambah kualitas pelayanannya baru tarifnya dibahas,” ujar Fachrori.(*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar