Komunitas Pembalap di Jambi, Bagaimana Perkembangannya ?

Ditulis oleh iis   
Penuh Risiko, Mayoritas Anggotanya Pelajar
Kota Jambi banyak memiliki banyak komunitas atau klub-klub racing (balap). Di antaranya Chintya Jaya Motor dan Rehan Kasang Motor. Banyak sudah prestasi yang mereka torehkan. Anggotanya mayoritas anak muda atau pelajar.
Tapi, lantaran termasuk olahraga berbahaya, tidak mudah bagi mereka mengumpulkan anggota.
Klub Chintya Jaya Motor berdiri sejak Agustus 2007. Penggagasnya adalah Tio (26).
Ciri khas klub ini ialah warna merah, putih dan biru muda melekat pada setiap motor anggotanya.
Awalnya, klub balap ini hanya memiliki dua anggota. Seiring perjalanan waktu, kini klub tersebut telah memiliki 12 anggota yang semuanya adalah pembalap. Prestasi yang telah diraihnya pun cukup banyak. Terutama even-even lokal yang mereka ikuti.
Ketua Klub Chintya Jaya Motor Tio mengungkapkan, pada awal berdiri dulu, klub tersebut hanya memiliki dua unit sepeda motor. “Itu pun motor yang dulu saya gunakan untuk tanding. Setelah saya berhenti, digunakan oleh anggota,” katanya.
Dari 12 anggotanya saat ini, seluruhnya merupakan pelajar yang usianya masih belasan tahun. Namun, mereka semuanya merupakan orang-orang yang sudah cukup berpengalaman di dunia balap. Terbukti banyak sudah gelar juara yang mereka raih.
Meski tergolong ke dalam cabang olahraga yang cukup berisiko, balap motor ternyata cukup digandrungi oleh para remaja. Sehingga dibutuhkan nyali yang besar dan juga skill tinggi untuk bisa ikut kejuaraan. Jika tidak, bukan hanya luka-luka, tetapi nyawa pun bisa melayang di arena balap.
Tidak hanya itu, untuk turun pada suatu kejuaraan, seorang pembalap juga harus memiliki modal yang cukup besar. “Untuk persiapan, motor dan pakaian saja, bisa mencapai Rp 10 juta,” kata Tio.
Oleh karena itu, karena klub tersebut beranggotakan pelajar, maka masalah dana menjadi kendala utama bagi mereka untuk mengembangkan bakat. Sebab, jika tidak ada dana, maka tak bisa turun ke arena.
Klub racing (balap) lainnya yang juga cukup terkenal di Jambi adalah Budiman Motor Sport Club yang diketuai oleh Kusrianto (28). Kelompok ini khusus klub balap Vespa. Usia klub ini pun sudah mencapai 12 tahun. “Awal kami mendirikan klub ini tujuannya karena ingin menciptakan wadah untuk anggota saling berbagai,” kata Kusrianto kepada Jambi Independent, kemarin (6/11).
Berbeda dengan Klub Chintya Jaya Motor, meskipun telah cukup lama berdiri, anggota dari klub Vespa Balap yang satu ini masih tergolong sedikit, yaitu hanya enam orang. Tapi prestasi yang pernah diraih, sudah cukup banyak. Karena, menurut Kusriato, dalam setiap kejuaraan mereka selalu berhasil meraih juara. Baik juara 1 ataupun 2 dan 3.
Serupa dengan klub motor, butuh modal yang besar juga untuk merubah vespa standar menjadi vespa balap. Tetapi nilainya beragam, tergantung disiapkan untuk kelas apa vespa tersebut. “Mulai dari Rp 1,5 juta sampai mencapai Rp 10 juta biaya yang dibutuhkan untuk seorang pembalap memodif motor dan membeli perlengkapan balap,” ujarnya.
Wajar saja mahal, karena alat-alat atau suku cadang untuk memodifikasi vespa standar menjadi vespa balap harus didatangkan dari luar daerah. Bahkan ada yang didatangkan langsung dari luar negeri, seperti dari Italia.
Ikut Balap sejak SMP Mungkin tak banyak orang tua yang merestui anaknya terjun ke dunia balap. Selain berbahaya, modal yang dibutuhkan juga cukup besar. Itulah yang dirasakan anggota komunitas atau klub balap menyatakan ingin menjadi pembalap kepada orang tua. Namun itu tak berlangsung lama. Karena begitu mendapatkan gelar juara, maka restu orang tua akan segera didapat.
Seperti yang diungkapkan oleh Yuda Pratama (16). Siswa kelas 2 salah satu SMK di Kota Jambi ini mulai terjun ke dunia balap motor sejak kelas 3 SMP. “Awalnya selalu kena tegur orang tua. Bahkan kena marah. Tapi, itu semua saya anggap sebagai risikonya,” katanya kepada Jambi Independent, kemarin (6/11).
Yuda mengaku baru mendapat dukungan dari orang tuanya, setelah dia berhasil membawa pulang gelar juara.  Selanjutnya, dia didukung penuh oleh orang tuanya. Termasuk memberikan dana untuk modal memodifikasi kendaraannya. Karena, kalau hanya dari uang jajan saja, menurut pemuda kelahiran Medan, 23 Agustus 1993 itu pasti tidak cukup.
Meski sudah direstui, Yuda mengaku masih sering dinasehati dan ditegur manakala dia pulang dengan tubuh penuh luka. Karena saat berlatih, dia terpeleset dan jatuh.
Putra pasangan Iwan dan Ita ini mengawali karirnya di dunia balap dari crosser. Tetapi lambat laun balap motor di arena beraspal menarik perhatiannya. Hingga akhirnya dia bergabung dengan Klub Vhintya Jaya Motor.
Hal serupa juga dialami oleh Kusrianto. Restu dari orang tua tak jua didapatkannya saat dia mulai balapan menggunakan vespa kesayangannya. “Apalagi awalnya saya suka ikut balap liar,” ujarnya.
Setelah menginjak usia 19 tahun, Kusrianto mulai memberanikan diri mengikuti even balap motor yang membuka kelas vespa. Menurut dia, pada awal mengikuti kejuaraan, dirinya merasa gugup. Setelah gelar juara berhasil diraih, maka orang tuanya langsung mengizinkan dia menekuni dunia balap.
Ada sedikit keunikan bagi balap vespa. Bagi anggota klub vespa, balap bukan dijadikan sebagai ajang persaingan. Tetapi sebagai ajang keakraban dan untuk meningkatkan rasa persaudaraan sesama penggemar vespa. “Jadi kalah menang bukan patokan utama kami. Yang penting kumpul sesama pembalap vespa,” katanya. (iis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar